Radikalisme itu ada pada setiap agama, radikalisme atau fundamentalisme memiliki eksistensi sebagai tonggak utama dalam memainkan peran politik sejak abad ke-18 (Benjamin Barber, 1995). Radikalisme dan fundamentalisme, sebagai istilah sering kali bertukar tempat karena bermuara pada satu ide: menjalankan agama sampai ke akar-akarnya, mendasarkan seluruh aspek kehidupan kepada agama.
Seperti contohnya kaum fundamentalis Islam, umumnya menganggap Islam adalah agama sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan duniawi dan ukhrawi dan mengatur manusia sejak dari cara makan, tidur, bersuci, beribadah, berkeluarga, berniaga, hingga bernegara.
Mereka menganggap aturan bernegara sama bakunya dengan ketentuan syahadat, salat, zakat, puasa, dan haji. Ketentuan ibadah dan siyasah sama-sama tauqifi (doktriner). Menjalankan rukun Islam tidak sah tanpa menegakkan kepemimpinan politik Islam. Persoalan politik dan nashb al-imamah, menurut mereka, termasuk pokok dan rukun agama. Meragukan, apalagi mengabaikan nizham Islam, berkonsekuensi membatalkan status keislaman seseorang.
Dalam sejarah Islam, radikalisme bersumber dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah doktrin dan ideologi. Faktor eksternal adalah imperialisme atau persepsi imperialisme dan ketidakadilan yang merundung umat Islam. Bagian ini akan menggali sumber internal radikalisme dengan melacak akar doktrinernya pada paham Salafi yang berkembang di Timur Tengah sejak abad ke-12 M dan mengeras menjadi ajaran Salafi-Jihadi pada abad ke-20 M. Pengaruh ideologi Salafi dan Salafi-Jihadi meluas hingga ke Indonesia dan menjadi tantangan terhadap kemajemukan dan paham kebangsaan.