ekonomi.bisnis.com

Terorisme telah menjadi ancaman global yang terus berkembang, termasuk di Indonesia. Meskipun langkah-langkah penanggulangan terorisme telah diambil secara serius oleh pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), transformasi sosial yang berlangsung di masyarakat menciptakan tantangan-tantangan baru yang perlu segera diatasi. Perubahan dalam pola interaksi sosial, penetrasi teknologi digital, serta dinamika nilai-nilai sosial masyarakat memberikan tekanan besar bagi upaya pencegahan dan penanganan terorisme.

Berikut adalah uraian lebih mendalam tentang berbagai tantangan yang dihadapi BNPT di tengah transformasi sosial masyarakat, serta langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi ancaman ini:

  1. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial dalam Penyebaran Radikalisme

Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi salah satu platform yang paling banyak digunakan oleh kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi ekstremis. Kemajuan teknologi informasi telah memungkinkan narasi-narasi radikal menyebar dengan lebih cepat, efisien, dan luas. Platform seperti YouTube, Twitter, Facebook, Instagram, dan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp dan Telegram digunakan oleh kelompok teroris untuk merekrut anggota baru, menyebarkan propaganda, serta mengkoordinasikan aksi teror.

Radikalisasi melalui internet ini sering kali menyasar individu yang merasa terasing atau terpinggirkan dari lingkungan sosialnya, khususnya generasi muda yang masih mencari identitas diri. Algoritma media sosial yang bekerja dengan memperlihatkan konten berdasarkan preferensi pengguna juga mempermudah individu untuk terjebak dalam ekosistem radikal tanpa mereka sadari.

Tantangan yang dihadapi oleh BNPT adalah bagaimana membendung arus radikalisme digital yang terus berkembang dan semakin sulit dilacak. BNPT harus memperkuat kerjasama dengan perusahaan teknologi untuk menghapus konten radikal, memperkuat sistem pemantauan, serta membangun kontra-narasi di dunia maya yang mampu menandingi narasi ekstremis.

Namun, solusi teknologi semata tidak cukup. Pendekatan melalui pendidikan literasi digital kepada masyarakat juga menjadi kunci penting dalam menangkal propaganda radikal. Program-program edukasi ini diharapkan bisa membekali masyarakat, terutama generasi muda, dengan kemampuan kritis dalam memilah informasi, sehingga mereka tidak mudah terpengaruh oleh konten-konten yang menyesatkan.

  1. Perubahan Nilai-Nilai Sosial di Masyarakat

Transformasi sosial yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, telah mengubah tatanan nilai-nilai dalam masyarakat. Modernisasi, urbanisasi, dan globalisasi membawa perubahan signifikan dalam pola hidup masyarakat, termasuk dalam nilai-nilai kebersamaan, identitas, dan toleransi. Dalam konteks ini, masyarakat yang merasa terpinggirkan atau mengalami krisis identitas sering kali menjadi sasaran empuk bagi kelompok radikal yang menawarkan solusi instan melalui narasi kebencian dan kekerasan.

Kelompok teroris sering memanfaatkan kondisi sosial ini untuk menyebarkan ideologi radikal dengan menawarkan jawaban sederhana namun memikat terhadap masalah-masalah sosial dan ekonomi. Narasi mereka sering kali menonjolkan gagasan “kita vs mereka,” mempromosikan kebencian terhadap kelompok yang berbeda, dan menyalahkan kondisi sosial yang ada sebagai bentuk ketidakadilan yang harus diperangi.

Dalam menghadapi tantangan ini, BNPT harus lebih proaktif dalam membangun narasi positif yang berfokus pada kebersamaan, inklusivitas, dan toleransi di masyarakat. Program-program yang melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kaum muda sangat diperlukan untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian dan mencegah masuknya narasi radikal ke dalam komunitas-komunitas lokal.

  1. Tantangan Deradikalisasi dan Reintegrasi Sosial

Salah satu tantangan terbesar dalam penanggulangan terorisme adalah proses deradikalisasi dan reintegrasi sosial. Setelah pelaku terorisme ditangkap, mereka harus melalui proses deradikalisasi agar ideologi radikal yang mereka anut dapat dihilangkan. Namun, tantangan muncul ketika para mantan narapidana terorisme ini kembali ke masyarakat.

Stigma sosial yang melekat pada mantan teroris sering kali menghalangi mereka untuk kembali berbaur dengan lingkungan sekitarnya. Masyarakat mungkin masih melihat mereka sebagai ancaman, sehingga sulit bagi mantan narapidana untuk menjalani reintegrasi sosial. Hal ini dapat meningkatkan risiko mereka kembali terlibat dalam kelompok radikal jika mereka merasa tidak diterima di tengah masyarakat.

Proses deradikalisasi tidak hanya membutuhkan pendekatan psikologis dan ideologis, tetapi juga harus diiringi dengan dukungan ekonomi dan sosial. Mantan teroris perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan komunitas agar mereka dapat hidup produktif dan positif. BNPT bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyarakat dan pemerintah daerah untuk menyediakan pelatihan keterampilan dan peluang pekerjaan bagi mantan teroris, dengan tujuan mengurangi kemungkinan mereka kembali ke jalur radikal.

  1. Radikalisasi di Kalangan Generasi Muda

Generasi muda sering kali menjadi target utama bagi kelompok radikal, karena mereka dianggap lebih mudah terpengaruh oleh narasi ekstremis. Selain itu, kaum muda memiliki keterlibatan yang tinggi di media sosial, sehingga mereka lebih rentan terpapar propaganda digital yang dilakukan oleh kelompok radikal. Radikalisasi di kalangan generasi muda sering kali terjadi melalui proses yang tidak disadari, di mana mereka mulai mengidentifikasi diri dengan narasi radikal yang mereka temui di dunia maya.

Kelompok radikal memanfaatkan ketidakpuasan kaum muda terhadap kondisi sosial dan politik untuk menyebarkan ideologi ekstrem. Mereka menawarkan gagasan tentang “perjuangan untuk keadilan” atau “perlawanan terhadap ketidakadilan” yang terdengar menarik bagi kaum muda yang merasa frustasi dengan situasi yang ada.

Untuk menghadapi tantangan ini, BNPT mengembangkan program-program edukasi dan kegiatan positif yang melibatkan kaum muda secara aktif. Workshop literasi digital, seminar kebhinekaan, dan kegiatan kepemudaan yang inklusif diadakan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai kebersamaan dan toleransi. Pemuda didorong untuk terlibat dalam kegiatan yang positif, seperti kewirausahaan sosial atau kegiatan kemasyarakatan, yang dapat memperkuat rasa tanggung jawab sosial dan memperkecil peluang mereka untuk terpapar paham radikal.

  1. Kerjasama Lintas Sektor dan Internasional

Penanggulangan terorisme di era modern tidak bisa hanya dilakukan oleh satu lembaga atau negara. Kerja sama lintas sektor antara pemerintah, masyarakat, akademisi, sektor swasta, dan media menjadi sangat penting untuk memastikan efektivitas upaya pencegahan terorisme. BNPT telah berusaha memperkuat jaringan kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk institusi pendidikan, perusahaan teknologi, serta lembaga masyarakat sipil untuk meningkatkan kemampuan deteksi dini dan penanggulangan radikalisasi.

Selain itu, terorisme adalah ancaman global yang melibatkan aktor-aktor lintas negara. Oleh karena itu, kerja sama internasional juga menjadi faktor krusial dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. BNPT bekerja sama dengan lembaga-lembaga internasional dalam bertukar informasi intelijen, meningkatkan kapasitas pemantauan, dan mengembangkan strategi bersama untuk melawan jaringan terorisme global.

Namun, tantangan dalam kerja sama internasional melibatkan perbedaan kepentingan politik, regulasi, serta sumber daya di antara negara-negara yang terlibat. Koordinasi yang kuat di tingkat internasional diperlukan untuk memastikan bahwa upaya melawan terorisme berjalan dengan efisien dan sesuai dengan hukum internasional.

  1. Pengaruh Dinamika Global terhadap Radikalisme

Perubahan global seperti krisis ekonomi, konflik politik, serta perubahan iklim dapat memberikan dampak signifikan terhadap penyebaran radikalisme. Dalam situasi krisis, narasi radikal sering kali menemukan momentumnya untuk berkembang. Kelompok teroris memanfaatkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi global yang tidak stabil sebagai alat untuk merekrut lebih banyak anggota dan membenarkan aksi kekerasan.

Kondisi global ini menciptakan tantangan tambahan bagi BNPT dalam menghadapi radikalisme, karena narasi-narasi radikal yang berkembang sering kali melampaui batas-batas nasional. Dalam menghadapi tantangan ini, BNPT perlu memantau dengan cermat perkembangan global dan mempersiapkan langkah-langkah pencegahan yang adaptif terhadap perubahan situasi di dunia internasional.

Kesimpulan

Penanggulangan terorisme di tengah transformasi sosial masyarakat memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan holistik. BNPT dihadapkan pada tantangan-tantangan baru yang muncul akibat perubahan sosial, penetrasi teknologi, dan dinamika global yang semakin kompleks. Untuk menghadapi ancaman ini, kerja sama lintas sektor, pendekatan berbasis komunitas, serta pemberdayaan masyarakat melalui edukasi dan literasi digital menjadi kunci keberhasilan dalam menangkal radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Dengan keterlibatan aktif masyarakat, tokoh agama, pemuda, serta dukungan dari sektor publik dan swasta, Indonesia dapat membangun ketahanan sosial yang lebih kuat dalam melawan ancaman terorisme, serta menciptakan lingkungan yang aman, damai, dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.

Share to: