Revitalisasi penanaman nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme merupakan langkah yang sangat penting untuk dilakukan mengingat bahwa gerakan radikalisme salah satunya bersumber dari lemahnya penghayatan, pemahaman dan kecintaan terhadap nilai-nilai Pancasila sehingga menyebabkan jiwa seseorang kemarau rasa nasionalisme.
Nasionalisme ini, dalam konteks kekinian menjadi isu yang sangat penting untuk dibahas. Merujuk pada apa yang diungkapkan oleh Stanley Benn (1967) dalam sebuah artikelnya bertajuk “Nationalism” dalam jurnal The Encyclopedia of Philoshophy, setidaknya ada lima indikasi yang merupakan “suprastruktur” bangunan dan pengejawantahan nasionalisme. Kelima indikasi tersebut adalah semangat ketaatan dan jiwa patriotisme terhadap bangsa: kecondongan mengutamakan kepentingan bangsa sendiri jika dibenturkan dengan kepentingan bangsa di luar dirinya; sikap melihat pentingnya penonjolan ciri khusus bangsa: memandang perlunya kebudayaan bangsa dipertahankan; dan juga pandangan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi pelbagai bangsa, tetapi ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.
Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai parameter untuk mengukur sejauh mana atau pada bagian mana di aspek “suprastruktur” nasionalisme yang menyokong bangunan nasionalisme bangsa kita yang tergerus dan merapuh. Pemetaan ini memiliki arti sangat penting karena akan berdampak langsung pada strategi dan skala penanganannya.
Pemerintah harus mencari formula untuk membangkitkan apa yang oleh J.J. Rousseau disebut sebagai nasionalisme kewarganegaraan. Nasionalisme jenis ini dibangun dari partisipasi aktif rakyatnya. Sikap rakyat dan warga negara yang selalu aktif mencintai segala aspek negerinya adalah bahan baku utama untuk membangun nasionalisme jenis ini.
Revitalisasi nasionalisme kewarganegaraan tersebut pada gilirannya harus dipupuk dengan penguatan nasionalisme agama. Langkah ini penting untuk melapisi langkah pertama. Nasionalisme agama adalah semangat nasionalisme yang dibangun berdasarkan nilai-nilai agama.
Merujuk temuan survei “Potret Keberagamaan Muslim Indonesia” yang dilakukan oleh Alvara Research Center pada Februari 2017, didapatkan sebuah fakta bahwa sebanyak 97 persen penduduk Indonesia berkeyakinan bahwa agama merupakan hal penting dalam kehidupan. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang religius. Modal religiusitas ini tinggal diolah secara kreatif sebagai bahan baku nasionalisme.